Home » » Mengapa Anak Mengamuk

Mengapa Anak Mengamuk

Sering kita menjumpai anak yang suka memukul adik, memukul teman dan bahkan memukul kedua orang tuanya. Sebagai orang tua kita sering bertanya "Bagaimana cara mengatasinya ? "

Anak yang mengamuk tanpa bisa dikendalikan disebut "Temper Tantrum". Sebenarnya ada dua perasaan mendasar yang menimbulkan kondisi temper tantrum ini.

Pertama, anak usia 2 - 3 tahun memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan selalu ingin melakukan segala sesuatunya sendiri. Sayangnya keinginan itu sering lebih besar daripada kemampuannya, akibatnya anak frustasi dan keluar dalam bentuk amukan yang berlebihan dan tidak terkendali. 

Kedua, anak baru menemukan 'akunya', lantas 'kekuasaan' yang baru dirasakan si kecil ini mendorongnya ingin menguji kekuasaan lingkungan utamanya orangtuanya. Sehingga ketika perilaku anak dihentikan atau keinginannya tidak terpenuhi, ia merasa frustasi karena anak yang 'merasa gede' ini ternyata masih kecil dan 'dikalahkan'. Ia marah pada kenyataan ini dan mengekspresikannya lewat tindakan mengamuk karena belum mampu menampilkan amarah dalam bentuk kata-kata, di samping anak memang belum mampu mengelola emosinya dengan baik. 

Ketiga, perilaku mengamuk untuk mendapatkan keinginannya sudah menjadi 'tradisi' sejak kecil dan lingkungan secara tidak sengaja membiasakan kondisi ini. Lantas bagaimana caranya menghadapi anak yang sedang tantrum ini? Secara umum yang terbaik adalah memakai prinsip umum pembelajaran dan menerapan disiplin, yaitu memberi penguatan pada perilaku yang benar dan memberi hukuman/mengabaikan perilaku yang salah. Bagaimana caranya?

1. Gali Penyebabnya Langkah pertama dan utama adalah cari tahu penyebab anak mengamuk tak terkendali. Mungkinkah ia mengamuk semata untuk mencari perhatian, demi mendapatkan suatu barang, frustasi terhadap suatu keadaan atau sedang lelah atau mengantuk. Kalau tahu penyebabnya, tentu lebih mudah untuk mengatasinya.



2. Jangan Berjanji Muluk Anda tidak perlu memberi penguatan pada perilaku mengamuknya dengan menjanjikan akan membelikan sesuatu, karena justru akan dijadikan senjata bagi anak. Biarkan anak belajar merasakan kekecewaan. Dia harus belajar walaupun orangtuanya dapat mengerti perasaannya dan sayang padanya, tetapi tetap tidak dapat menerima perilaku mengamuknya.

3. Jangan Terpancing Emosi Yang perlu diperhatikan oleh kita adalah jangan membalas perilaku mengamuk anak dengan teriakan, kemarahan, pukulan balasan atau mengurungnya. Ini tidak akan berhasil sama sekali, karena anak akan bertambah mengamuk. Ia merasa sudah frustasi, sekarang ditambah perasaan ternyata orangtuanya tidak sayang lagi padanya. Anak juga akan merasa semakin frustasi atau galau dalam berfikir. Mungkin dia akan diam saja tapi bisa menyimpan dendam dengan orang lain (teman, adik, kakak atau orang tua yang menjadi penyebab dia dimarahi dan dipukul)


4.  Abaikan Amukan Anak Umumnya tujuan utama anak mengamuk adalah mencari perhatian. Di saat seperti ini percuma jika Anda mencoba 'berdiskusi dan merayu' karena anak justru akan meningkatkan intensitas mengamuknya. Sebaliknya jika Anda mengabaikan amukannya maka lama kelamaan anak akan menyadari bahwa 'aksiya' ternyata sia-sia. Lebih baik tetap selesaikan tugas-tugas Anda atau kalau yakin segalanya cukup aman, tinggalkan saja ruangan tersebut. Dalam menjalankan metode ini, Anda harus menguatkan diri dan 'tega', karena anak pasti akan meningkatkan amukannya untuk mendapatkan perhatian lingkungan. Namun apabila Anda dan lingkungan cukup konsisten, cara ini biasaya cukup efektif.


5. Redakan Emosi Anak Bawalah anak ke tempat sepi dan berusaha menenangkan emosinya dengan memeluknya erat-erat dan berusaha menunjukkan empati kepadanya. Latih anak mengenali emosi dan mengungkapkan secara verbal, misalnya ''Adik sedang marah ya, Mama tahu, makanya Mama peluk Adik karena sayang sekali''. Empati yang kita tunjukkan biasanya dapat meredakan emosinya. Kadang-kadang anak memang akan berusaha melepaskan diri dari pelukan kita, tetapi setelah agak tenang, biasanya dia akan berbalik memeluk kita seolah berterima kasih karena telah menyelamatkan dari kemarahan dirinya. Kalau si kecil mengamuk di tengah keramaian dan mengganggu banyak orang, bawa ia ke tempat sepi. Katakan bahwa Anda dan dia akan tetap di sana sampai amukannya berhenti. Bertahanlah, kalau amukannya tidak juga reda, apa boleh buat, hentikan acara dan ajak anak pulang. Meskipun tampaknya berat, namun bertahan dalam kondisi ini dan akan sangat bermanfaat. Anak akan belajar sebab dan akibat dari perilakunya. Lambat laun anak akan mengerti dan terlatih untuk mengendalikan diri serta menyatakan amarahnya secara tepat.


6. Jangan Bahas Lagi Kalau anak berhenti mengamuk, jangan tunjukkan perhatian khusus. Ajak saja anak bermain kembali seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Tidak usah lagi mengungkit-ungkit amukannya, karena itu hanya akan 'memberitahu' anak bahwa Anda sempat terganggu oleh amukannya, ia akan tergoda untuk mencobanya kembali lain kali. Berikut ini merupakan treatment untuk melatih kontrol emosi anak yang cukup besar terutama yang sudah mampu berkomunikasi dengan baik.


7. Pelampiasan Verbal Ajari anak untuk mengenali perasaannya dan mengungkapkan secara verbal dengan bahasa yang dipahaminya sumber kemarahannya atau bad mood-nya. Misalnya, ''Putu rasanya ingin marah Bu Guru, kalau Kadek mengejek tulisan Putu seperti cakar ayam mencari cacing''. Atau, ''Desy rasanya ingin marah, sudah jelas-jelas Nina menghilangkan mainan yang...... tadi dipinjamnya, en dia tak mau mengakui apalagi menggantinya''. Untuk anak-anak yang lebih muda, mungkin Anda perlu membantunya untuk mengungkapkan rasa amarahnya dengan kata-kata Anda. Misalnya, ''Lusi sedang jengkel ya karena kotaknya sukar dibuka. Jangan dibanting dong, nanti jadi rusak dan tidak bisa dibuka. Bawa sini, Bu Guru ajarkan cara membukanya''.

8. Permainan Peran Ajarkan anak-anak permainan peran untuk mengungkapkan perasaan dan menyalurkan amarah yang sedang mereka rasakan. Misalnya, Doni sangat marah karena Wayan mengejeknya, sehingga sebagai pelampiasannya Wayan dipukul. Yang harus Anda lakukan, cobalah tenangkan anak dengan memintanya menceritakan apa yang terjadi dan ''mementaskan' setahap demi setahap peristiwa yang telah dialaminya. Secara tidak sadar setelah jadi 'aktor', anak akan merasa emosinya sudah mereda karena secara tidak langsung amarahnya sudah tersalurkan lewat 'permainan peran' tersebut.

9. Peningkatan Empati Ajak anak melihat dan merasakan apa akibat yang terjadi terhadap subjek yang jadi korban kemarahannya. Misalnya, Wayan yang menangis akibat dipukul dan dijambaknya atau orang bisa tersinggung kalau dicaci-maki dengan bahasa yang kotor. Ajak anak membayangkan bagaimana kalau dia yang menjadi korban kemarahan. Bagaimana anak menjadi pintu atau meja yang dipukul dan ditendangnya.

10. Relaksasi Napas dan Pendinginan Latih dan ajarkan anak mengendalikan amarahnya dengan relaksasi pernapasan. Tariklah napas perut, tahan sebentar, kemudian keluarkan melalui mulut secara perlahan-lahan. Lakukan sekitar 3-5 kali, lalu minta anak berbicara sambil mengatur napas: Sa-ya-se-dang-me-nge-lu-ar-kan-ra-sa-ma-rah. Sa-ya-ti-dak-bo-leh-me-mu-kul. Sa-ya-se-ka-rang-te-nang-te-nang-te-nang. Pendinginan juga boleh Anda ajarkan, biarkan anak berjalan-jalan ke tempat yang agak tenang, ke kebun di belakang rumah misalnya, yang penting menghindari sumber rasa marahnya terlebih dulu. Mencuci mukanya atau melakukan wudhu bagi yang Muslim dapat pula dicobakan. Bagi anak-anak yang cukup besar, Anda dapat mengajarkan doa-doa tertentu untuk mengendalikan rasa marahnya.

11. Ruang dan Sarana Kemarahan Ada sejumlah anak yang tergolong memiliki temperamen tinggi dan emosi labil, membutuhkan pelampiasan rasa marah dengan cara yang lebih bersifat fisik. Sediakan kesempatan dan sarana untuk itu. Misalnya, bantal khusus atau karung berisi kapas yang bisa dipukul atau ditendangnya, kamar khusus/ kedap suara yang dapat dipakainya untuk menyanyi sekeras-kerasnya, atau kanvas dengan cat warna-warni yang dapat dilukis semaunya untuk menyalurkan amarahnya. Untuk anak-anak usia 6 tahun ke atas memasukkan mereka ke kegiatan bela diri juga dapat membantu melatih pengendalian dirinya.

12. Reinforcement/ Penguatan Perilaku Positif Beri penguatan pada pengendalian perilaku marahnya. Berikan pujian, senyuman atau pelukan hangat ketika anak mampu mengendalikan amarahnya dengan tidak mencaci maki atau memukul. Untuk anak-anak yang cukup besar sistem kartu atau bintang dapat diterapkan. Tiap anak yang mampu mengendalikan rasa marah, maka akan mendapat kartu atau bintang hijau yang dapat dikumpulkannya untuk mendapatkan hadiah tertentu. Jika anak tidak mau atau gagal mengendalikan amarahnya bahkan sampai memukul misalnya, berikan kartu atau bintang merah dan berikan konsekuensi hukuman bagi perilaku memukulnya, tentu saja hukuman sesuaikan dengan usia anak. Meminta maaf biasanya sangat manjur bagi anak-anak yang lebih besar.

Semoga bermanfaat, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainya.

0 komentar:

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ibnu Rosyid - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger