Home » » Pengantar Singkat Balance Score Card

Pengantar Singkat Balance Score Card

Sebuah lembaga atau organisasi dimanapun berada pastilah menginginkan adanya kemajuan dan perkembangan yang mampu meningkatkan produktivitas dan peran sertanya di masyarakat. Lembaga negara dan lembaga publik lainnya baik itu lembaga yang profit oriented maupun yang biasa disebut lembaga nirlaba pasti tetap menginginkan adanya kemajuan dan prestasi. Nah disinilah, saya mulai menjelaskan tentang bagaimana cara kita meningkatkan kemajuan lembaga? dan mengetahui sejauh mana prestasi dan kemajuan lembaga nirlaba khususnya yayasan bisa diketahui.
Ruh utama dari pengelolaan lembaga adalah melalui pengelolaan kinerja manajemen atau kinerja core bisnis yang selalu di ukur proses dan hasilnya. Guru manajemen kawakan Peter Drucker pernah menyampaikan bahwa “You can not manage what you can not measure”. Sehingga kita tidak akan dapat mengelola kinerja yayasan dengan baik tanpa manajemen yang berbasis pada indikator yang terukur dan objektif.
Kita sudah banyak mengetahui banyak yayasan yang telah terpeleset, jatuh dan bubar disekitar kita. Jika tidak bubar mereka hanya menjadi yayasan paguyuban atau yayasan kelompok kumpul bareng yang tidak produktif dan miskin prestasi. Semua ini karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka/yayasan butuhkan dan bagaimana mereka/yayasan melakukannya.
Tulisan ini ditujukan bagi para pengelola yayasan pada umumnya, tetapi saya menulis disini dalam rangka pembenahan Yayasan Mutiara Insan Sukoharjo yang sangat saya cintai dan banggakan, semoga bermanfaat. Tahun pertama menjabat sebagai ketua yayasan ini merupakan tahun pembenahan.
Penggunaan Balance Scorecard (BSC) di yayasan Mutiara Insan sebenarnya sudah berjalan 2 tahun. Sejak pertama kali saya perkenalkan ke para pengelola sekolah di bawah Mutiara Insan BSC sudah langsung dipraktekkan. Dalam konteks pengukuran kinerja yayasan, sekarang kita menggunakan sebuah pendekatan yang disebut sebagai balanced scorecard (BSC). Pendekatan ini sendiri dipopulerkan oleh Kaplan and Norton melalui bukunya yang fenomenal, Balanced Scorecard : Translating Strategy Into Action.
Pengertian balanced scorecard sendiri jika diterjemahkan bisa bermakna sebagai rapot kinerja yang seimbang (balanced). Kenapa disebut seimbang karena pendekatan ini hendak mengukur kinerja organisasi secara komprehensif melalui empat dimensi utama, yakni : dimensi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan dimensi learning & growth.
Dimensi keuangan merupakan hasil akhir yang ingin digapai oleh sebuah yayasan. Sebab tanpa menghasilkan profit yang sustainable dan cash flow yang sehat, sebuah yayasan mungkin akan lebih layak disebut sebagai paguyuban sosial atau kelompok pengajian. Dalam dimensi ini, beberapa indikator kinerja keuangan yang kerap digunakan sebagai acuan adalah : tingkat profitabilitas yayasan, jumlah penjualan atau pendapatan dalam setahun (sales revenue), tingkat efisiensi biaya operasi (operation cost dibanding sales), ataupun juga sejumlah indikator keuangan seperti ROI (return on investment), ROA (return on asset) ataupun EVA (economic value added).
Dimensi pelanggan ini adalah merupakan tonggak penting yang menjadi fokus pelayanan untuk mencapai kejayaan dalam aspek keuangan. Sebab tanpa pelanggan, sebuah yayasan tak lagi punya alasan untuk meneruskan kegiatannya. Demikianlah untuk menggapai kesuksesan, yayasan juga harus memetakan sejumlah ukuran keberhasilan dalam dimensi pelanggan. Sejumlah indikator atau parameter yang lazim digunakan dalam dimensi pelanggan ini antara lain adalah : tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction index), brand image index, brand loyalty index, persentase market share, ataupun market penetration level.
Dimensi proses internal. Pertanyaan kunci yang layak diajukan disini adalah : untuk meraih keberhasilan keuangan dan memuaskan pelanggan kita, proses internal apa yang harus terus menerus disempurnakan? Beberapa elemen kunci dalam proses internal yang layak dikendalikan dengan optimal mencakup segenap mata rantai (supply chain) proses produksi/operasi, manajemen mutu, dan juga proses inovasi. Beberapa contoh parameter/indikator yang lazim digunakan dalam dimensi ini antara lain adalah : prosentase produk yang cacat (defect rate), nilai pelayanan yang tidak memuaskan (service error),  tingkat kecepatan dalam proses pelayanan, jumlah inovasi proses dan produk yang dikembangkan dalam setahun, jumlah produk/jasa yang di-delivery dengan tepat waktu, ataupun jumlah pelanggaran SOP (standard operating procedures).
Dimensi yang terakhir adalah dimensi learning and growth. Dimensi ini sejatinya hendak berfokus pada pengembangan kapabilitas SDM, potensi kepemimpinan dan kekuatan kultur organisasi untuk terus dimekarkan ke titik yang optimal. Dengan kata lain, dimensi ini hendak meletakkan sebuah pondasi yang kokoh nan tegar agar sebuah organisasi bisnis terus bisa mengibarkan keunggulannya. Contoh indikator  yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja pada dimensi ini antara lain adalah : tingkat kepuasan karyawan (employee satisfaction index), level kompetensi rata-rata karyawan, indeks kultur organisasi (organizational culture index), ataupun jumlah jam pelatihan dan pengembangan per karyawan, apa saja yang dikembangkan oleh lembaga.
Demikianlah empat dimensi utama yang harus dikelola dan diukur kinerjanya secara konstan dari waktu ke waktu. Pada dasarnya keempat dimensi diatas bersifat sinergis dan saling berhubungan erat secara hirarkis. Sebuah organisasi yayasan hampir tidak mungkin mencapai keunggulan finansial tanpa ditopang oleh barisan pelanggan yang puas dan loyal. Dan barisan pelanggan yang loyal ini tak akan pernah terus tumbuh jika sebuah organisasi yayasan tidak memiliki proses bisnis yang ekselen nan inovatif. Dan pada akhirnya, proses kerja yang ekselen ini hanya akan mungkin menjelma menjadi kenyataan jika organisasi tersebut ditopang oleh barisan SDM yang unggul, kepemimimpinan yang tangguh, tim yang kompak dan budaya organisasi yang positif.
Pengelolaan kinerja organisasi bisnis secara optimal dengan demikian mesti mempertimbangkan keempat dimensi diatas secara intregratif. Serangkaian parameter/key performance indicators (beserta target angka) untuk tiap dimensi diatas mesti diidentifikasi dan kemudian dimonitor pencapaiannya secara periodik (misal setiap sebulan sekali dalam sesi monthly performance review meeting) minimal satu tahun sekali setiap akhir tahun pelajaran. Melalui proses pengelolaan kinerja yang komprehensif pada empat dimensi inilah, sebuah yayasan mestinya bisa terus tumbuh dan mekar menuju ranah kejayaan.
Insya Allah dengan senantiasa istiqomah terhadap apa yang telah biasakan selama 2 tahun ini akan membuahkan berbagai prestasi bagi Yayasan Mutiara Insan dan sekaligus merupakan prestasi bagi masing-masing anggota pengelola yayasan. Yaa Allah berilah kami kekuatan untuk menjadi insan yang senantiasa bersyukur atas semua yang telah Engkau anegerahkan kepada kami. Syukur yang senantiasa menghasilkan prestasi dan kejayaan baik di dunia maupun di akherat. Amin yaa rabbal ‘alamin.

0 komentar:

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Ibnu Rosyid - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger